Tropik-Infeksi Flashcards
Patofisiologi Dengue Fever
- Sistem imun humoral oleh antibodi (ADE) 2. Pertahanan seluler oleh sel CD4 dan sel CD 8 3 Fagositosis oleh monosit dan makrofag 4 Aktivasi oleh sistem komplemen
Aktivasi koagulasi pada demam berdarah

Diagnosis pasti dari dengue
Isolasi viris atau deteksi antigen virus RNA dengue dengan RT PCR. Masa inkubasi virus 4-6 hari (rentang 3-14 hari)
Lab khas Dengue :
Leukopenia atau lekositosis. H-3 limfositosis relatif dengan limfosit plasma biru.
Trombositopenia h3-8
Peningkatan hematkrit >20% pada hari ke 3 demam
IgM (hari ke 3-5, meningkat sampai minggu 3, menghilang 2-3 bulan) IgG infeksi primer H-14, Infeksi sekunder H-2
NS1, h1-H8, sangat spesifik sensitiv 63-93.4%
Perbedaan Demam Dengue dan DBD

Klasifikasi Derajat Dengue

Tatalaksana DBD dengan kenaikan hematokrit >20%

Tatalaksana DSS pada dewasa

Tatalaksana DHF dengan kenaikan cairan >20%

Tatalaksana DBD dengan perdarahan spontan dan masif

Patogenesis :Typhoid
- Berkembang biak ke usus
- Bila respon humoral (IgA) jelek masuk ke Sel epitel dan berkembang biak di lamina proproa
- Selanjutnya di bawa ke plak peyer ileum distal, KGB mesenterik, ke darah (bakteremia pertama asimptomatik.
- Menyebar ke organ retikuloendotelial, kembali ke sirkulasi dan (Bakteremia kedua simptomatik)
Faktor yang mempengaruhi uji widal

Diagnostik pada demam typhoid :
Gold standar : kultur
Uji widal (aglutinasi antigen kuman S Typhi dengan antibodi aglutinin). Mendeteksi aglutinin kuman (H dan O). Fase akut Agltuinin O (Aglutinin O bertahan 4-6 bulan, Aglutinin H 9-12 bulan)
Uji Typhidot (antibodi IgG dan IgM protein membran luar S Typhi)
IgM disptik (deteksi S Typhi pada serum atau whole blood). Menggunakan antigen polisakardia dan IgM sebagai kontrol
Kultur
Regimen pengobatan Tifoid Toksik

Terapi pada tifodi karier

Patogenesis rabies
- Replikasi pada lokasi paparan
- Penyebaran ke SSP
- Penyebaran di SSP
- Penyebaran dari SSP
Bagian genetik utama adalah glikoproteinvirus
Diagnosis pada rabies
- Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap. Padafase awal pemeriksaan mungkindalam batas normalAntibodi virus rabies: ditemukannya
- antibodi neutralizing serum merupakandiagnostik untuk kasus rabies. Antibodi mungkin dideteksi dalam beberapa harisetelah muncul gejala. Beberapa pasien meninggal tanpa antibodi yangterdeteksi.
Gambaran Klinis Rabies :
- Non klasik , biasanya karena kelelawar :nyeri neuropatik, gangguan sensoris dan motoris, gerakan koreiform pada ekstremitas tempat gigitan selama fase prodromal, tanda-tanda gangguan fokal batang otak, gangguan pada syaraf kranial, mioklonus dan kejang.
- Klasik 5 fase : masa inkubasi, fase prodromal, fase neurologis akut, koma dan kematian.Masa inkubasi bervariasi antara 2 minggu sampai 6 tahun (rata-rata: 2-3 bulan)
Diagnosis Klinis rabies

Indikasi Terapi agresif pada rabies

Diagnosis pasti pada Rabies

Terapi pada pasien dengan gigitan rabies

Pencegahan virus rabies pada individu beresiko

Penyebab leptospira

Kriteria Diagnosis pada Leptospira

Terapi pada leptospira dan profilaksis
Kemoprofilaksis Doksisklini 200mg/minggu

Ciri khas fase leptospiremia dan fase imun pada leptospira
- Fase leptospiremia : ditandai adanya leptospira dalam darah dan CSS, tiba-tiba. Bila membaik keterlibatan organ membaik 3-6 minngu setelah onset. Pada keadaan berat : demam turun setelah 7 haru, diikuti bebas demam 1-3 hari setelah itu demam kembali, yaitu fase imun
- Fase imun: Peningkaran titer antibodi, demam tinggi, Pada fase ini leptospira dijumpai pada urin
Diagnosis tetanus

Patogenesis C. tetani
Penyebab : tetanospasmin
Tetanospasminmasuk ke SSP ke otot retrograde (intraaksonal) ke saraf presinaptik
Toksin tetani menghambat pelepasan transmitter inhibisi dan menghambat inhibisi sinyal interneuron (khusunya GABA, neuron motorik) dan otonom (katekolamin)
Tatalaksana farmakologis Tetanus
TIG 500 unit IM atau IV atau equine antotoksin 10.000-20.000 U dosis tunggal
AB : metronidazole (500mg/6 jam (IV/oral 7 hari) atau penicilin G 100rb-200rb IU/kgbb/hari, IV dosisi 2-4 kali
Antispasme : Diazepam 5mg/Lorazepa, 2 mg titrasu (maksimal 600 mg/hari) atau MGSO$ (loading 5 gram IV lanjt 2-3 gram./jam atau CPZ 50-150 mg
Ciri khas toxoplasma pada AIDS :
Gejala Toxoplasma pada HIV
Ciri khas : Ensepfalitis nekrotikan dengan lesi difus ukuran kecil dengan perivascular cuffing
Gejala Toxoplasma pada HIV
Ensefalitis
Pneumonitis
Korioretinitis
Panhipopituitari dan diabetes insipidus, gangguan GI dengan nyeri perut, asites dan diare
Tes serologi pada Toxoplasma

Tatalaksana Toxoplasmosis
Regimen (Pirimetamin 50-75 mg/d sampai d3 lalu menjadi 25 mh/d (2-4 kalis ehari), sama folinac 12-4 mg/hari. Sulfonaminde (50-100 mg/kgbb/hari
Spiramicyn 100mg/kgbb/hari 30-45 hari
Infeksi toxoplasma kehamilan dan kongenital :
Spiramicyn 3g/hari dosis terbagi 3 selama 3 minggu
Bila terbukti ada infeksi pada janin regimen menjadi sulfadiazin 4g, pirimetamin 25 mg, asam folat 15 mg/hari hingga lahir. Bayi terinfeksi mendapat sulfadiazine 50 mg/kg bb 2 kali/hari, pirimetamin 1 mg/kgbb/hari dan asam folat 5mg/kgbb/hari selama 6 bulan.
Tatalaksana toksoplasma cerebri

ciri khas histoplasmosis
Umunmya self limiting
Pada histoplasmosis pulmonal akut : nodul lobar atau multilobar bilateral.
Gejala penyerta : artritis dan arthralgia, eritema nonartralgiosum
Pada histoplasmosis pulmonal kronik : sering bersama TB
Hsitoplasmosis diseminata :pada imunokompromise, CD4 <150 : terdapat hepatosplenomegali, insuf adrenal, peningkatan ALP, infiltrat retikulonoduler difus
Diagnosis histoplasoosis :
Biakag dengan agar saboraud : hyfa dengan makronidia tuberkulae
Antigen histoplasma denagn RAI atau DNA probe
Bila hisoplamosis pulmoner : biopsi jaringan : jamur oval: doalnjutkan pengecata methanemin silver atau peridoik acid schiff
Pilihan terapi histoplasmosis :
Itraconazole (Ringan sedang)
Amfiterisin B (Berat
Bentuk dan pendekatan diagnosis aspergiloma

Terapi aspergiloma

Jenis dampak bisa ular :
Hematotoksik : aktivitas hemoragik menyebabkan perdarahan spontan
Neurotoksik : nerotoksin pascasinaps terikat pada asetilkolin pada motor endplate sedangkan neurtoksin pre sinaps mencegah pelepasan asetilkolin pada NMJ
Indikasi dan dosis SABU menurut klasifikasi schwartz

Terapi suportif bisa ular :
Neurotoksik : 1 dosis neostigmin 10mg IV untuk dewasa 3-4 menit, dapat diawalin dengan sulfas atropin 0.6 mg tiap 4 jam
Gangguan koagulasi berat : tambahkan SABUmenurut panduan LUCK
Rabdomilolisis (hiperK) Ca Gluconas +250-500 ml D10 dan 10-20 IU insulin
Infeksi bakter L genta atau kloram pada bekas luka
Sindrom kompartemen : fasioto,i
Perdarahan : transfusi WB, Fibrinogen, Vit L, atau transfusi TC
Respon yang diharapkan pada pemberian antivenom

Jenis keracunan dan adntidotumnya

Gambaran klinis penyebab keracunan

Gejala khas intoksikasi opiat :

Cara pemberian antidotum Nalkson pada keracunan opiat :
Tanpa hipoventilasi : dosis asal 0.4 mg IV
Dengan hipoventilasi 1-2 mg IV, bila tiak respons ulangi hingga dosis maksimal 10 mg. Untuk mencegah episode berulang : Drip 1 amp /500 cc D5/NaCL 0.9% dalam 4-6 jam
Contoh jenis tes spesifik untuk keracunan logam
Keracunan timbal : Peningkatan koproporfirin III
Keracunan arsen : ditemukan arsen pada folikel rambut
Contoh antidotum pada logam berat
- Dimerkaprol/BAL (Dosis 3-5 mg/kg bb IM tiap 4 jam selama 2 hari, diturunkan tiap 6 jam selaam 1 hari dan tiap 12 jam selama 10 haru
- Cana2 EDTA : 1-2 ampul per hari selama 5 hari, berhenti 7 hari dilanjutkan 1-2 ampul selaam 5 hari
- Succimer : 30 mg/kgbb/hari maks 1800 mg/hari
- DMPS : Akut 12-24 kaps, 12 kali pemberian masing2 1-2 kapsul ;Kronis 3-4 kaps per hari
Malaria berdasarkan endemisitas

Jenis imunitas thd malaria :
Imunitas alamiag non imunologis L Hbsm HBe, thalasemiua, defisiensi GDP
Imunitas didapat non spesifik
munitas adaptif (spesifik sepsies, spesifik strain, spesifik stage
5 jenis malaria
P. vivax : malaria tertiana
P falsiparum
P malariae : sindrome nefrttik, malaria quartana
P. Ovale : bisa sembuh spontan
P. Knowlesi : sering disangka P. Malariae, dapat menyebabkan malaria berat
Komplikasi malaria pada kehamilan

Keadaan klinik perjalanan malaria :
- Serangan primer : keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal
- Periode laten : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadi infeksi malaria. Biasanya antara dua waktu parkosismal
- Rekrudensi : berulang gejala klinik dan parasitemia dalam 2 (8 minggu) bulan setelah serangan primer.
- Rekurens : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer
- Relaps atau rechute : lebih dari 5 tahun setelah masa laten
Terapi untuk malaria pada pelancong :
Artemeter+Lumefantrin, atovaquon-proguanil atau kina+doksi/tetra/klinda
Diagnosis pasti malaria
Pemeriksaan mikroskopik (tetes darah tebal) bila tidak memungkinkan pakai tes diagnosa cepat (Rapid diagnostic test)
Jenis tes diagnositik :
Mikroskopis : tetes drah tebal dan tipis
Tes antigen : HRP II (antigen falciparum) dan LDH.
Tes serologi : sutveilans saja karena antibodi baru terbentuk 2 minggu pasca infeksi (metode IFA, elisa, RIA)
Tes diagnosis molekular
Prinsip pengobatan malaria

Indikasi exchange transfusion pada malaria

Definisi Malaria berat

Profilaksis Malaria
Malarone : 1-2 hari sebelum, 1 minggu setelah
Doksi : 1-2 hari sebelum, 4 minggu setelh
Kloroquin : 1 minggu sebelum, 4 minggu setelah
Mefloquin 2-3 minggu sebelum, 4 minggu setelah
Primakuin : 1 hari sebelum, 7 hari setelah
Pengobatan malaria tanpa komplikasi pada ibu hamil

Pengobatan malaria berat bagi ibu hamil

Ciri khas kriptokokus neoformans
gejala : meningitis atau gejala khas paru
Fisik : kaku kuduk, edema papil, parese. Juga ditemukan lesi kulit seperti akne, ulkus, granuloma serta dapat timbul konjungtivits, korioretinits, endoftalmitis, kebutaan
Penunjang : CT scan, enhancement mengies dan pleksus koroideus, Isolasi jamur dengan pewarnaan tinta india pada pleura, sputum, BAL atau les kult, serologi antigen C Neoformans
Tatalaksana :menurunkan TIK, tx Amfoterisin 0.7-1 mg/kg bb kombinasi 5 fluorositosin oral 100 mg/kgbb/hari selaam dua minggu dan konsolidasi flukonazole oral 400 mg/hari *8 minggu atau induksi Amfoterisin (dosis di atas) 2 minggu + Konsolidasi flukonazole oral 400mg/d 10 minggu atau Flukonazole oral 400-800 mg/d +flurositosin oral 6-10 minggu
Kriptokokus paru, diseminata dan antigenemia (Flukonazole 200-400 mg po hingga cd4> 200sel/mikroliter
Ciri khas PCP
Ax : demam tidak tinggi, batuk kering, nyeri dada retrosternal, sesak napas subakut
Px : Tidak ada ronki
Penunjang : CXR : infiltrat interstitial bilateral di daerah perihiler yang menjadi lebih homogen dan difus. Terkadang dapat nodul, atau infiltrat
CT scan :ground glass atau lesi kistik. LDH >22o
BGA AaDO meningkat, pO2 <70
Serum beta D glukan
Mikros sputum, BAL atau jaingan paru : kista pneumokist jiroveci
Tatalaksana PCP

Ciri khas dan diagnostik CMV
korioretinitis : gang penglihata unilateral, floater, fotopsia, skotoma
-Funduskopi: perdarahan retira brush-fire, catchup-sauce app’ pigmentasi granuler atau eksudat kekuningan sepetti pizzq pie qppearance’ cotton-wool spot pada daerah perifer atau fundus
Pemeriksaan antigen CMV secara serologis’
CMV Sal cerna : Biopsi mukosa : tanda inflamasi dan CMV Incluison body. Px antigen serologis
Pneumonitis : Sesak napas, batuk non produktif, ronki minimal, Px Biopsi paru dan BAL : CMV incl body intrasel
Ventrikuloesnsepalitis : letargim gang mental, deliriu, sakit kepala. Px CSS : antigen atau DNA CMV dan kultur.
Tatalaksana pada CMV

Tatalaksana diare protozoa pada HIV

Pilihan terapi pada Diare infeksi
Cholera : tetrasiklin

3 fase filariasis
- Fase asimptomatik
- Fase peradangan
- Filariasis dengan penyumbatan
Diagmosis pada filariasis

Indikasi tes resistensi ARV

Definisi kegagalan terapi ARV

Pilihan terapi pada HIV ARV komorbid

Tentang sindrom splenomegali tropik
